We Can't Change The Direction Of The Wind, But We Can Adjust Our Sails To Always Reach Our Destination

Sunday 5 February 2017

Tidak Ada Manusia yang Bodoh

Seringkali mungkin kita merasa orang terpandai ketika kita mendapatkan nilai mata pelajaran matematika, fisika, kimia ataupun mata pelajaran lain yang berbasis hitungan dengan angka sempurna. Perasaan bangga selalu menghinggapi siapa saja, baik yang bersangkutan, orang tuanya, bahkan mungkin teman dekatnya.
Di sisi lain, yang perlu direnungkan adalah bagaimana halnya dengan teman yang kebetulan nilai matematika ataupun IPA selalu jeblok walaupun sudah berulang kali belajar bahkan mungkin menghabiskan waktunya untuk selalu belajar matematika dengan sungguh-sungguh? Apakah kita dengan serta merta memberikan cap bahwa teman kita yang tidak bisa matematika dianggap sebagai anak yang bodoh? Artikel singkat ini ditulis untuk menjawab pertanyaan tersebut, dengan melihat kondisi bahwa pada dasarnya setiap manusia dilahirkan di dunia ini dengan memiliki keunggulannya masing-masing, yang dikenal dengan istilah multiple intelligence.
Bukanlah suatu kesalahan jika salah satu di antara kita lebih menyukai suatu pelajaran tertentu daripada pelajaran lainnya karena memang setiap manusia memiliki bidang kecerdasan yang dominan dan berbeda satu sama lain. Seperti halnya buah, setiap buah memiliki rasa yang berbeda-beda: asam, manis, ataupun pahit. Variasi tersebut membuat seporsi rujak begitu menggoda selera. Begitu pula dengan adanya variasi kecerdasan (multiple intelligence), kita dapat memiliki dunia dengan berbagai variasi keajaiban dan kebahagian.
Multiple intelligence telah menghasilkan seorang ilmuwan dengan berbagai penemuan canggihnya, juga seorang seniman yang memberikan decak kagum lukisan pemandangan yang sangat indah, bahkan seorang pesepak bola yang enak ditonton kemampuan olah bolanya. Begitulah multiple intelligence menjadikan dunia ini tidak monoton dan tidak membosankan.
Seorang pakar psikologi perkembangan, Howard Gardner, berteori bahwa kecerdasan manusia meliputi kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis.
Kecerdasan matematika-logika
Kecerdasan matematika-logika merupakan kecerdasan yang menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, serta berpikir logis dan ilmiah. Seseorang yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan bilangan atau angka-angka dan lebih pandai memahami dan menganalisis pola tersebut. Konsistensi dalam berpikir membuatnya pandai dalam berargumen dengan mengutarakan sebab dan akibat (implikasi) suatu kasus.
Secara akademis, seseorang dengan kecerdasan matematika-logika akan lebih menyukai pelajaran-pelajaran eksakta yang cenderung tidak dapat diargumentasikan secara subjektif, seperti matematika, fisika, dan kimia. Pada pelajaran semacam ini mereka akan menekankan kepada pemahaman konseptual daripada menghafal. Dalam menyelesaikan masalah, mereka akan taat kepada konsep yang telah mereka pelajari, sehingga mereka dapat lebih mudah menyelesaikan masalah yang dikembangkan.
Dalam kegiatan sehari-hari, seseorang dengan kecerdasan matematika-logika cenderung menyukai kegiatan yang bagi orang lain membuat pusing, seperti bermain catur dan bermain teka-teki. Sedangkan dalam dunia kerja, mereka akan cenderung merasa nyaman dengan pekerjaan yang membutuhkan analisis seperti insinyur, ilmuwan, ataupun akuntan. Di sinilah mungkin yang lebih kita kenal dengan anak cerdas di Indonesia.
Kecerdasan verbal
Orang dengan kecerdasan verbal dapat mengungkapkan pikirannya secara jelas dengan menggunakan kata-kata, secara tertulis maupun secara lisan. Mereka sangat pandai bertutur sampai si pendengar atau pembaca benar-benar tahu apa yang dipikirkannya. Mereka cenderung senang pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, hingga menyusun kata-kata mutiara. Kelebihan lainnya adalah mereka mempunyai daya ingat yang kuat sehingga mampu mengingat istilah-istilah baru dan hal-hal yang bersifat detail.
Oleh karena itu, dalam dunia profesi kemampuan mereka sangat dibutuhkan dalam public speaking sebagai wartawan, trainer, dan motivator. Selain itu, mereka juga berpotensial dalam dunia menulis untuk menulis reportase, buku, dan lain-lain. Sayangnya, saat ini di sekolah Indonesia pada umumnya, orang yang cerdas dalam bidang ini kurang mendapat respon yang baik ketika mata pelajaran matematikanya  kurang baik.
Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal, seperti nada dan irama. Jika dengan kecerdasan verbal orang dapat mengungkapkan pikiran dengan kata-kata, dengan kecerdasan mukical orang dapat mengungkapkan emosi dengan nada dan irama. Orang dengan kemampuan ini sangat tertarik untuk mendengarkan, memainkan, hingga menciptakan melodi.  Lagi-lagi, karena kondisi sekolah di Indonesia kebanyakan belum menempatkan musik sebagai bagian penting bagi perkembangan manusia seutuhnya, bahkan belum memberikan ruang yang memadai bagi orang-orang yang memiliki kecerdasan musikal, perkembangan tokoh musik kontemporer bahkan musik tradisional Indonesia sendiri semakin suram.

Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan ini lain lagi dengan dua kecerdasan sebelumnya. Jika sebelumnya tipe kecerdasan yang dimaksud adalah pandai mengungkapkan pikiran dan emosi melalui kata-kata dan nada, orang dengan kecerdasan spasial justru pandai mengungkapkan pikiran dan emosinya dengan objek yang dapat dilihat, baik berupa dua dimensi maupun tiga dimensi. Indra penglihatan mereka sangat sensitif sehingga mereka dapat dengan mudah mendapatkan informasi dari objek yang dilihat. Misalnya, mereka dapat menafsirkan ukuran suatu benda dengan mudah. Selain itu, mereka juga pandai membayangkan wujud suatu objek.
Kegiatan yang menarik bagi mereka adalah sesuatu yang melibatkan objek dua dimensi maupun tiga dimensi, serta kegiatan yang memainkan imajinasi mereka, seperti mencari jejak dan bertualang. Dalam dunia profesi, mereka sangat tertarik dengan pekerjaan yang memiliki produk yang hakikatnya untuk dilihat, seperti fotografer,  seniman, navigator, hingga arsitek.

Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan kinestetik menunjukkan kelihaian seseorang dalam menggunakan fisiknya secara aktif. Kecerdasan ini dapat dijumpai pada orang yang unggul dalam suatu bidang olahraga. Mereka dapat mengoordinasikan antara otak dan gerakan dengan baik sehingga apa yang diinginkan otak dapat dipraktikkan dengan baik. Sebagai contohnya, para atlet bulu tangkis, mereka jago mengatur ke mana arah dan kecepatan shuttlecock bergerak.
Kecerdasan intrapersonal
Holmes mengatakan bahwa apa yang di depan dan apa yang ada di belakang kita adalah hal yang kecil jika dibandingkan dengan apa yang ada di dalam diri kita. Terkadang orang membohongi dirinya sendiri dengan mengesampingkan apa yang sebenarnya dia inginkan. Misalnya, dia mengejar suatu karir di bidang yang sebenarnya tidak diminatinya, tetapi demi gengsi. Orang dengan kecerdasan intrapersonal akan lebih peka terhadap dirinya sendiri, mengenai apa yang dia rasakan dan dia inginkan. Mereka akan sering melakukan instropeksi diri, mengoreksi kekurangan dan mencoba memperbaikinya. Bahkan beberapa dari mereka cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian.
Kecerdasan interpersonal
Berbeda dengan sebelumnya, kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Meraka dapat mengetahui emosi orang lain meskipun tidak ada bahasa verbal yang terucap, yaitu dengan bahasa nonverbal, seperti raut wajah dan sikap tubuh. Keahlian mereka dalam memahami orang lain membuat mereka mudah melakukan interaksi dengan baik sehingga mereka dapat menjalin persahabatan yang akrab. Selain itu, mereka juga dapat menjadi pemimpin yang baik karena kemampuan mereka dalam  memimpin, mengorganisasikan, menangani perselisihan antarteman, hingga memperoleh simpati dari teman-temannya. Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial.
Kecerdasan Naturalis
Jika kecerdasan yang lain berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain (dalam konteks ini adalah manusia), kecerdasan naturalis berhubungan dengan makhluk hidup lain, yaitu flora dan fauna. Kecerdasan ini ditunjukkan dengan kecintaannya terhadap alam sehingga orang yang memiliki kecerdasan ini sangat senang berada di lingkungan yang alamil seperti pantai, cagar alam, gunung, dan hutan. Selain itu, rasa penasaran mereka terhadap alam juga mendorong untuk melakukan observasi dan eksplorasi dengan objek unsur-unsur alam, seperti tanah, air, tumbuhan, dan hewan.
***
Begitulah, manusia diciptakan dengan dominasi kecerdasannya masing-masing. Variasi ini membuat manusia mampu berkolaborasi satu sama lain sesuai keahliannya. Misalnya, orang visual berkolaborasi dengan orang naturalis, mereka dapat menciptakan video kampanye pelestarian lingkungan. Dengan demikian, tidak perlu cemas berlebihan jika nilai matematika kita buruk. Selain tetap berusaha maksimal untuk memenuhi standar sekolah, kita dapat memaksimalkan skills lain yang kita miliki dan berprestasi melalui bidang tersebut.
Sebagai penutup, masihkah kita memiliki pandangan bahwa manusia yang cerdas adalah hanya mereka yang pandai matematika saja? Mudah-mudahan kita semua terbuka dan memahami bahwa pada hakikatnya tidak ada manusia bodoh di muka bumi ini karena semua sudah diciptakan sesempurna mungkin oleh Sang Pencipta dengan kelebihannya masing-masing. Pengelompokan adanya manusia cerdas dan bodoh hanya karena bisa atau tidaknya yang bersangkutan menguasai matematika merupakan bukti nyata bahwa kita semua belum cerdas dalam menyikapi ciptaanNya.
Oleh karena itu, marilah kita meluruskan pemahaman tentang kecerdasan universal. Hal ini bisa dikolaborasi hanya dengan sekolah yang tidak hanya memberikan tolok ukur kecerdasan anak didiknya melalui tiga mata pelajaran yang diujikan secara serempak pada waktu yang bersamaan (Ujian Nasional). Mudah-mudahan sekolah-sekolah dasar khususnya di Indonesia bisa menjadi tempat pemotretan kecerdasan yang dimiliki oleh para generasi penerus bangsa sehingga mereka semua tidak terkotak-kotak dalam anak cerdas dan bodoh hanya karena satu atau dua mata pelajaran. Dengan kondisi demikian, diharapkan mereka dapat saling mengisi masa depan, berkolaborasi melalui kecerdasan yang dimiliki masing-masing untuk kemajuan bersama.